Iklan

header ads

Siswa SD Tewas Tenggelam saat Outbound Pramuka di Sungai


GUNUNGKIDUL (DIY) - ‎Rabu Kliwon (16/10/2025) malam. Suasana di Padukuhan Kamal, Kalurahan Wunung, Kapanewon Wonosari, mendadak berubah muram dan sakral. Lampu-lampu senter warga menyorot ke permukaan air Sungai Kamal, tempat tubuh kecil seorang bocah ditemukannya tak bernyawa.

‎Supriyadi dan istrinya, Dewi Cahya Putri, berdiri lemas di tepi sungai. Mereka tak pernah menyangka, kegiatan sekolah yang diikuti putra sulung mereka, GS, justru akan menjadi akhir dari hidup anak yang baru berusia 10 tahun itu.

‎“Katanya cuma kegiatan pramuka biasa, selesai jam 14.30 WIB. Pihak sekolahan tidak memberikan kabar kepada wali siswa kalau anak-anak dibawanya ke sungai,” tutur Dewi lirih, menahan air mata yang tak henti-hentinya mengalir.

‎Menjelang sore, Dewi mulai gelisah karena GS tak juga pulang. Ia berusaha berpikir positif mungkin jam kegiatan pramuka molor sedikit. Namun, kegelisahan itu berubah menjadi duka yang sangat mendalam ketika seorang guru datang membawa tas dan sepatu milik GS yang tidak diikuti dengan sosok GS.

‎“Katanya tas itu ditemukan di pinggir sungai. Tapi waktu itu tidak bilang anak saya di mana. Saya kira anaknya masih di sekolah,” kenang Dewi dengan suara penuh isak tangis.

‎Di waktu yang sama, Supriyadi yang tengah bekerja di Semanu menerima kabar buruk lewat telepon. Tanpa pikir panjang, ia segera meninggalkan pekerjaannya dan bergegas pulang dengan hati yang diselimuti kecemasan.

‎“Waktu itu saya baru nyupir, baru nganter kerjaan. Begitu dengar kabar, saya langsung balik,” ujarnya.

‎Malam itu, warga bersama relawan menyusuri tepian Sungai Kamal dengan senter dan doa. Namun, pada sekitar pukul 20.00 WIB, harapan berubah menjadi nestapa. Tubuh kecil mungil GS ditemukan mengapung di sungai, hanya beberapa meter dari rumahnya.

‎Tangis histeris Dewi menggema di antara warga. Supriyadi memeluk tubuh anaknya yang dingin dan kaku. “Ini takdir yang harus kami terima,” ucapnya pelan. “Tapi saya berharap ada kebaikan yang lahir dari peristiwa ini."

‎Dewi menyesalkan keputusan sekolah yang membawa 86 siswa ke sungai tanpa izin dari orang tua dan tanpa pengawasan yang memadai.

‎“Hanya ada dua pembina pramuka yang mendampingi. Untuk anak sebanyak itu, di dekat sungai pula, sangat tidak masuk akal,” ujarnya tegas.

‎Ia juga mendapat kabar bahwa dua siswa lain sempat tenggelam lebih dulu, namun berhasil diselamatkan. Meski begitu, kegiatan tidak langsung dihentikan malah tetap dilanjutkan. “Sampai sekarang belum ada penjelasan resmi dari pihak sekolah,” tambahnya getir.

‎Sekolah Bungkam, Orang Tua Masih Menunggu Penjelasan.

‎Hingga Kamis pagi, belum ada keterangan resmi dari pihak sekolah. Supriyadi dan Dewi hanya ingin kejelasan dan tanggung jawab.

‎“Saya belum berpikir menempuh jalur hukum. Saya hanya ingin tahu, kenapa anak saya bisa tenggelam saat kegiatan sekolah,” kata Supriyadi tegas.

‎Disisi lain, Jagabaya Kalurahan Wunung, Agung Kurniawan, membenarkan bahwa korban ditemukan sekitar pukul delapan malam. “Anak itu sudah dicari sejak siang oleh pihak sekolah dan warga,” ujarnya.

‎Hasil pemeriksaan medis di RSUD Wonosari memastikan penyebab kematian korban adalah tenggelam.

‎Tragedi di Sungai Kamal menjadi peringatan keras bagi dunia pendidikan. Kegiatan luar kelas semestinya mengajarkan keberanian dan kemandirian, bukan berakhir dengan kehilangan nyawa.

‎Kini, Sungai Kamal bukan lagi sekadar aliran air. Ia menjadi saksi bisu atas kecerobohan manusia yang melalaikan tanggung jawab. Bagi Dewi, setiap riak air di sungai itu kini menyimpan kenangan tentang tawa kecil anaknya.

‎“Anak saya sudah pergi,” ucapnya lirih, menatap aliran sungai yang tenang namun menyimpan luka. “Tapi saya tidak ingin ada anak lain yang bernasib sama.”

Posting Komentar

0 Komentar